Photo by Dylan Whale |
Di depan rumah ayah ibu, ada pohon jambu, serawung dan melati. Dibiarkan hidup, tapi tidak diurus serius. Kemudian di depan balkon
lantai dua, ayahku mengisinya dengan tabulampot alias tanaman buah dalam pot.
Tidak besar, hanya sekitar 18m2. Mulanya hanya jambu air. Kemudian
karena terlalu sepi, ayahku mulai menanam cabe, tomat, kacang panjang dan
kacang kratok.
Posisi balkon lantai dua berhadapan dengan tempatku bekerja selama WFH di 2020, kadang aku memerhatikan kebun kecil itu ketika sedang beristirahat atau merasa suntuk. Suatu ketika aku kesambet, mendadak aku check out beberapa benih tanaman sayur. Pakcoy, caisim, bayam, kangkung, selada, kailan, bawang merah, daun bawang, seledri. Nampaknya kesambet Dewi Sri alias Dewi Pertanian sih. Aku akhirnya ikut berkontribusi pada kebun di depan balkon lantai dua itu. Selama 2020-2023, aku resmi menjadi tukang kebun.
Ada beberapa hal yang aku pelajari dari berkebun. Nggak tau ngaco apa nggak, kalau ngelamun di depan kebun kan suka kesambet gitu, kali ini kesambet Dewa Ganesha, Dewa Kebijaksanaan. Eeeaaaa-- Ya masa bidadari kesambet setan, ya kesambet dewa-dewi dong, kan aku berasal dari khayangan~ (acikiwir)
1. Tanah
Menjadi tukang kebun amatir, aku sedikit paham bahwasanya merawat tanaman itu artinya merawat tanah. Tanah tempat tanamannya hidup, kalau tanahnya bagus, tanaman pasti tumbuh subur. Tanah ini menyangkut nutrisi dan lingkungan fisik dimana dia tumbuh. Ini mirip sama kita manusia yang juga organisme bertumbuh. Misalnya saja lingkungan fisik sekitar rumah kita, atau orang-orang di dalam rumah kita, dan juga makanan yang masuk ke tubuh kita. Itu representasi tanah.
Aku pernah nanam bunga dari benih, dan ga tumbuh. Ternyata di tanahnya ada keong-keong kecil banget yang aku makanin benihnya, jadi hilang begitu aja itu tanaman. Pernah juga liat ada tanaman yang ditanam di pot kecil yang tanahnya sedikit, dia tumbuh lebih kecil kalau dibandingkan dengan tanaman yang kutanam di pot besar dengan porsi tanah lebih banyak. Logis tapi seringkali terlupa. Tempat kita ditanam, mempengaruhi bagaimana proses kita bertumbuh.
Iya bener! Ada juga faktor lainnya kaya matahari, suhu, air, pupuk. Mungkin lebih jauh lagi ini ngomongin ekosistem sih ya. Jejaring dan jalinan interaksi komunitas di situ.
Aku jadi inget tentang bagaimana mendongkrak ekonomi akhir-akhir ini erat dikaitkan dengan ekosistem. Kata ‘ekosistem’ yang mulanya kita kenal dari biologi digunakan juga pada disiplin ilmu lain seperti sosial. Sebut saja yang sedang marak yakni ekosistem kewirausahaan, dimana kalau mau ngegerakin wirausaha itu bukan cuman ngomongin pengusahanya aja, tapi semua stakeholder yang ngebangun ekosistem tersebut! Jadi intinya ngomongin apapun itu, selalu balik lagi ke ekosistem nya!
2. Benih
Masih inget kan di awal aku beli benih banyak. Dari sini juga belajar.
Pertama, benih itu untuk bisa jadi, harus dikubur di tanah. Atau di suatu tempat yang gelap. Ku pernah baca kalimat motivasi, “they buried us, they did not know that we are seed.” Ini keren, kita harus punya mental benih! Mau disimpen di gundukan manapun, kita selalu punya potensi bertumbuh. Terus satu lagi, tujuan. Satu-satunya tujuan benih adalah tumbuh jadi tanaman. Kadang suka mikir, benih tuh cuman punya satu tugas itu. Sama seperti kita banget! Tumbuh menjadi manusia yang seutuhnya, dari mulai zigot kita udah mengemban amanah itu, tapi kita seringkali amnesia ringan.. Ingat-ingat lagi ya benih, tujuan kita satu. TUMBUH.
Sering juga pas lagi berkebun tuh mikirin hal filosofis lainnya, karena berkebun itu memberi clarity alias kejernihan berpikir. Berasa plong aja, ya mungkin karena ngga ada yang dipikirin secara serius gitu dan nyentuh mother nature. Terus berkebun tuh mengasah kesabaran dan ketekunan. Karena sayur dan buah tuh nggak bisa didapat dalam sehari. Sabar. Kadang tanaman layu dan mati karena hama. Sabar. Lalu soal ketekunan. Aku tuh sepenuhnya gak percaya sama yang namanya istilah “tangan dingin”, istilah yang melekat pada mereka yang tangannya bisa nanam apapun dan berbakat ngurus tanaman. Menurutku, tangan dingin yang diomongin itu soal ketekunan, dalam mencari tahu gimana suatu tanaman harus dihandle, dan gimana mereka nge-treat tanaman itu sesuai dengan yang seharusnya. Jadi ya kalau ada yang merasa nggak bisa nanam, bukan ga bakat, emang belum tekun secara full. Cobain ngurus tanaman yang mudah hidup dan gampang perawatannya, pasti bisa! Sama dengan orang yang konon punya tangan dingin, kalau pake komposisi media tanam yang salah, atau lupa nyiram, ya mati juga tanamannya!
Mau share juga pengetahuan dari ibuku, bahwasanya berkebun itu menurut termasuk tindak kedermawanan. Emang bukan sama manusia, tapi sama makhluk Allah lainnya, misalnya aja kepada serangga, hewan kecil lainnya seperti cacing, kupu-kupu, bahkan hama sekalipun. Secara nggak langsung kita ngasih makan hewan-hewan itu. Hewan-hewan di kebun itu juga kelak akan bersaksi untuk kita, bahwa ada seorang petani yang tulus Ikhlas membiarkan kebunnya jadi ladang makanan untuk mereka.
Yak segitu dulu untuk hari ini~
See you soon. PS tulisan ini dibuat Juli 2021, tapi hidup terjadi dan sepertinya aku amnesia ringan sampe gak unggah ini, maafin.
Comments
Post a Comment