Skip to main content

Disrupsi Rantai Pasok dan Kaitannya dengan Pandemi Covid-19

Cukup disayangkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di kuartal I/2020 hanya mencapai 2,97 persen (year on year). BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 2,41 persen jika dibandingkan dengan kuartal IV/2019. Pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu yang terendah sejak kuartal IV/2001. Hal ini jelas dipengaruhi oleh pandemi yang menyebabkan penurunan drastis konsumsi rumah tangga. Memang selama ini, kinerja konsumsi rumah tangga berkontribusi pada 50 persen PDB sehingga efeknya cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Padahal sebelumnya Indonesia, sudah cukup percaya diri bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di angka 5,0 persen. Huhu tapi tenang saja, bukan perekonomian Indonesia saja yang sedang gonjang-ganjing. Pertumbuhan ekonomi UK turun 2,0 persen. PDB China sendiri turun tajam hingga menyentuh 6,8 persen. Menyusul, Amerika Serikat pun mengalami penurunan PDB sebesar 4,8 persen. IMF sendiri sudah mengestimasi bahwa secara global seluruh dunia akan mengalami perlambatan mencapai 3,0 persen. YAK. RESESI.


Sedunia lagi sama mumetnya mikirin ekonomi. Ibarat kata, kita lagi bangkrut bareng, lalu berpusing-pusing gimana caranya menyelamatkan ekonomi tapi juga ngga bunuh rakyat karena virus. Ribet kan~ Iya memang ini virus lama-lama senyebelin virus sastra budi.

Virus yang nyebelin juga

Kali ini, aku ingin membicarakan rantai pasok. Mudahnya tuh jaringan logistik.. dari mulai awal suatu produk diproduksi hingga ia bisa sampai ke tangan konsumen, itulah dia namanya rantai pasok. Rantai pasok ini sedang menjadi angsa hitam di ekonomi yang sekarang. Apalagi ketika rantai pasok ini terkoneksi antar negara, kita sedang menghadapi krisis yang skalanya lebih besar lagi.

Beberapa kasus di Indonesia tak terhitung jumlahnya. Masih ingat kan berita tentang peternak ayam yang membuang itik karena tidak sanggup memeliharanya? Atau peternak ayam yang membagikan ayamnya karena menjualnya pun tidak menghasilkan profit untuk menutup modal? Masih ingat juga petani bunga yang akhirnya membuang bunganya karena pembatalan event dan rendahnya demand pasar? Terjadi juga di berbagai daerah petani memilih untuk tidak memanen komoditasnya karena biaya panen lebih mahal dari harga produknya. Sungguh berat cobaan umat ini.

Ngerasa ngga sih sekarang the new normal di semua lini bisnis adalah mereka melakukan digitalisasi. Produk apapun, semuanya sekarang harus bisa via digital, minimal WA. Udah susah kalau sekedar warungan yang mengandalkan kontak fisik dan harus temu muka. 

Jadi masuk ke pembahasan disrupsi rantai pasok nih.. Rantai pasok itu sekarang mengalami perubahan 180 derajat. Pertama, dengan kontraksi demand yang ancur-ancuran bikin produsen banyak merugi, padahal konsumennya ada kan, tapi kenapa ga bisa tersalurkan dengan baik. Lalu, adanya PSBB ini juga jadi masalah banget... Terjadilah perubahan jalur pasokan. Mau gimana lagi emang awalnya demi kebaikan bersama. 

Terus karena PSBB kan pada beli online, otomatis ada perubahan pola transaksi. Apakah petani dan peternak di daerah sudah siap bung? Oh tentu belum, hehe. Lebih jauh lagi ada issue soal kebersihan dan keamanan produk yang dikonsumsi. Hal-hal tersebut merupakan pengertian dari terjadinya disrupsi rantai pasok. Artinya ada cara-cara baru yang menggantikan cara lama dalam suatu sistem.

Perubahan tersebut bisa disiasati dengan strategi dan tranformasi rantai pasok yang menunjang pemberantasan covid-19. Misalnya saja dengan diterapkannya protokol keamanan dan Kesehatan yang lebih ketat pada semua level produksi. Lalu juga kita harus mulai berpikir tentang kesinambungan atau sustainability dari bisnis yang lagi loyo, baiknya sih memang ada sistem rantai pasok lokal, jadi integrasikan dulu antar klaster produsen untuk kemudian saling barter kebutuhan pada suatu platform, mau online kek mau offline kek, yang jelas emang harus ada semacam hub yang menjadi terminalnya.

Terus pemerintah juga bisa menjembatani kolaborasi. Baiknya hasil produksi dari petani atau peternak yang jual rugi, dibeli aja gitu sama pemerintah, pembelinya kaya Bulog atau Food Station. Tapi yang sulit memang terkait standardisasi sih ya hadeuhh. Ah balik lagi kita harus mencari dermawan-dermawan lokal. Oke sip, setidaknya pemerintah sudah mendukung produsen terdampak dengan memberikan insentif misalnya melalui dukungan moda transportasi.

Untungnya, aku udah dibisikin kalau di Indonesia sendiri sudah ada inisiatif kolaborasi antara Kementan, Kemenko, PT Pos, dan KAI untuk masalah supply chain ini. Makanya sampai saat ini belum terlalu gembar-gembor adanya kesulitan pangan atau gimana. Semoga disrupsinya berjalan lancar~ kelak akan bisa membawa Indonesia untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi lagi, meski melambat tapi percaya aja apa kata lirik Despacito "Baby take it slow so we can last long~~"


Salam damai sejahtera,


Asisten favorit kamu.

See you when I see you!

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Apakah menulis essay dengan bantuan bot itu etis?

Beberapa hari lalu sempet liat postingan di twitter mengenai bot yang bisa menulis essay , konon… bisa mempermudah pekerjaan mahasiswa. HAHAHA. Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan akademisi, cuma menggeleng kepala. Hey nanti kalau pekerjaan kamu di masa depan diambil alih bot, jangan salahin bot-nya ya! Kan emang bot nya toh yang selama ini belajar. Sungguh terlalu, Martinez! Martinez siapa ang? Gatau…. Pengen aja mencela, tapi ga mungkin mencela menggunakan nama Bambang, karena itu nama dosenku ☹ Berdasarkan taksonomi Bloom, mensintesis atau create itu letaknya pada hirarki paling tinggi. Jelaslah kalau menciptakan tulisan yang berisi ide, gagasan dan mensistemasinya dalam kesatuan paragraf bukan sembarang yang mampu melakukannya. Diperlukan kemampuan berpikir level yang tinggi atau high order thinking skill . 😙 Meskipun entah kenapa menurutku, essaybot ini keliatan banget bot nya. Tulisannya ga punya sentuhan manusia, kaya ga punya hati.. WOW itu tulisan apa mantan deh

Bumiayu

Welcome to the beautiful earth! Bumiayu. Back then I used to speak flawless javanese. But now, you can’t even tell that i ever had medok accent (aku ora ngapusi iki). Bumiayu was the first place I learned about manner and etiquette. Javanese have different level of politeness in their language. They have kromo javanese and ngoko javanese. Kromo javanese used to talk with the elderly and someone that you should respect, whereas ngoko javanese is used when you’re talk to your friend or your junior. The same thing happened with Japanese and Korean. They do had formal and informal language.