Skip to main content

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru.

Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja.

Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga.

Jadi ini pembalut…

Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi.

Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga dibuang… tapi aku biarkan saja, mungkin temen sekos lagi buru-buru. Ntar juga pasti diberesin kalau dia pulang.

Sorenya… itu bungkus pembalut berubah dong, dia pake buat membungkus pembalut yang abis dia pake… kira-kira penampakannya kaya gini….


Sepertinya proses membungkusnya seperti ini… (bekas pembalut yang sudah dipakai ada di dalemnyaaaa)

Besoknya aku lihat bungkus pembalutnya tetap ada di sana, tapi sekarang ada plastic bening dan bertambah lagi lah pembalut bekas lainnya. Selama beberapa hari kemudian, mungkin sampe temenku itu beres mens.

Melihat beberapa bungkus pembalut yang rapi dan kering itu…

Akupun berpikir… Lho orang jepang ini, bekas pembalut ngga dicuci apa ya? Ngga takut dijilatin banaspati apa itu darahnya? EEEAAAAAA~ yakali setan sejenis yang perannya sama di sini eksis juga… sorry emang DNA Indonesia tuh ngga bisa diakalin.

Terus yang kedua aku mikir, eh padahal mau dibuang, tapi kok dirapihin segala ya… Gila aku langsung mikir, sumpah orang jepang saking considerate sama orang lain, sampah pembalut aja ditata ulang. Biar yang mengolah sampah ngga terlalu merasa jijik, lebih higienis karena darahnya ada di lapisan dalam dan juga mungkin lebih efisien karena hemat tempat. FYI kantong plastik di Jepang itu bayar beb, jadi kalau mau buang sampah ngga bisa kaya di Indonesia yang pake plastik hibah dari supermarket.

WKWKKWKWK, padahal aku hari itu ngga kemana-mana, tapi aku belajar culture baru. Tentang bagaimana cara perempuan Jepang membuang bekas pembalut.

Aku sendiri selama di Jepang, masih risih kalau pembalut ngga dicuci dulu, jadi pasti selalu aku cuci dulu sekalian mandi, kemudian aku ngikutin cara temen kosku untuk merapihkan kembali bekas pembalutnya, dengan menggulungnya ke dalam pembungkusnya.

Begitu saudari-saudariku... Barangkali ada yang mau mencoba. Aku kalau lagi bepergian pasti mempraktekkan membuang pembalut dengan cara ini. Soalnya berasa lebih bersih. Ya meskipun aku tahu, kalau aku ngga tahu pengolahan sampah kita sebaik apa, tapi minimal kalau dia ada di TPA, dia rapih dan tidak mudah ter-amburadul-kan.. hahah

Cukup sekian postingannya, yang entah kenapa baru kepikiran kalau ini mungkin ngga banyak orang yang tahu, tapi rasanya penting juga sebagai tambahan wawasan nusantara. Sampai ketemu besok di postingan lainnya 😊

 

Salam semangat,

Aang

Comments

  1. Halo, Kak. Mau tanya. Jadinya pembalut bekas pakainya itu dibersihkan dulu baru dibungkus. Atau tidak dibersihkan dulu, langsung bungkus aja?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Entry 5 - Gratitude Journal: Wished

What is something that you have now that seemed like a wish back then? The first thing that comes to my mind is the freedom to do anything.  Hal yang tampak seperti mimpi dulunya adalah melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Beberapa di antaranya merupakan adegan berbahaya yang hanya bisa dilakukan oleh ahli. Hal seperti bepergian sendiri kemanapun, membeli barang-barang lucu yang diinginkan, bahkan berpikir hanya untuk diri sendiri. Aku tidak tahu kenapa kota tempatku tinggal,  Karawang disebut Kota Pangkal Perjuangan, tapi aku cukup tahu semua orang di sini memang bergelar pejuang. Menjadi dewasa artinya bergerak menjadi seorang yang berjuang. Dulu semuanya diperjuangkan oleh orang lain tanpa kita maknai. Sekarang aku tahu betapa lelahnya itu, tapi tidak ada seorang pun bertanya, karena semua orang ingin beristirahat juga. Aku suka menjadi dewasa karena hal-hal yang tidak terlihat ketika aku kecil, sekarang semuanya nyata. Sayangnya, kita semua mend...

Entry 4 - Gratitude Journal: Happy Memories

Write about the memories that made you happy! Aku tumbuh dan dibesarkan dengan baik oleh ayah ibuku. Banyak kenangan indah yang bisa aku jadikan sebagai mantra Patronus-ku. Sangat sulit memilih mana yang bisa aku jadikan mantra utama penangkal duka lara. Kalau aku meninggal, core memoriesku mungkin bisa menentukan mana best of the best memories, kalau sekarang masih bingung milihnya. Aku suka hari-hari kenaikan kelas, pembagian raport, dan wisuda. Karena ada kebahagiaan terlimpah ruah setelah bisa melewati kesulitan berlevel, ada kesenangan terpancar saat kita bisa mengukir senyum bangga orang tua. Momen itu yang menjadi batu pondasi kalau kelak aku lupa apa itu rasanya bagaia. Momen bahagia baru terasa setelah serentetan lelah dan luka kita lalui, kita naik level, kita jadi lebih baik. Dan kenangan itu membuatku bahagia. Aku juga suka hari-hari normal yang berlalu dengan penuh kedamaian. Ada kewarasan yang tersimpan dalam sebuah rutinitas. Ada rasa aman ketika tahu kita bisa beristir...