Skip to main content

Pelajaran dari Berkebun

Di depan rumah ayah ibu, ada pohon jambu, serawung dan melati. Dibiarkan hidup, tapi tidak diurus serius. Kemudian di depan balkon lantai dua, ayahku ambis mengisinya dengan tabulampot alias tanaman buah dalam pot. Tidak besar, hanya sekitar 18m². Mulanya hanya jambu air. Kemudian karena terlalu sepi, ayahku mulai menanam cabe, tomat, kacang panjang dan kacang kratok.

Posisi balkon lantai dua berhadapan dengan tempatku bekerja selama WFH, kadang aku memerhatikan kebun kecil itu ketika sedang beristirahat atau merasa suntuk. Suatu ketika aku kesambet, mendadak aku check out beberapa benih tanaman sayur. Pakcoy, caisim, bayam, kangkung, selada, kailan, bawang merah, daun bawang, seledri. Kesambet Dewi Sri alias Dewi Pertanian, ini sih.. Aku akhirnya ikut berkontribusi pada kebun di depan balkon lantai dua itu. Selama setahun, aku resmi menjadi tukang kebun.

Ada beberapa hal yang aku pelajari dari berkebun. Nggak tau ngaco apa nggak, kalau ngelamun di depan kebun kan suka kesambet gitu, kali ini kesambet Dewa Ganesha, ituloh simbol kampus gajah yang konon menggambarkan kebijaksanaan. Eeeaaaa. Ya masa bidadari kesambet setan, ya kesambet dewa-dewi dong, kan aku berasal dari khayangan~ (obat mana obat)

Tentang Tanah

Menjadi tukang kebun amatir, aku sedikit paham bahwasanya merawat tanaman itu artinya merawat tanah. Tanah tempat tanamannya hidup, kalau tanahnya bagus, tanaman pasti tumbuh subur. Tanah ini menurut aku menyangkut nutrisi dan lingkungan fisik dimana dia tumbuh. Ini mirip sama kita manusia yang juga organisme bertumbuh. Misalnya aja lingkungan fisik sekitar rumah kita, atau orang-orang di dalam rumah kita, dan juga makanan yang masuk ke tubuh kita. Itu representasi tanah sih.

Aku pernah nanam bunga dari benih, dan ga tumbuh, ternyata di tanahnya ada keong-keong kecil banget yang aku duga makanin benihnya, jadi hilang begitu aja itu tanaman. Pernah juga liat ada tanaman yang karena di pot yang kecil tanahnya sedikit, dia tumbuh lebih kecil kalau dibandingkan dengan tanaman yang kutanam di pot besar dengan porsi tanah lebih banyak. Logis tapi seringkali terlupa. Tempat kita ditanam, mempengaruhi bagaimana proses kita bertumbuh.

Iya bener! Ada juga faktor lainnya kaya matahari, suhu, air, pupuk. Mungkin lebih jauh lagi ini ngomongin ekosistem sih ya. Jejaring dan jalinan interaksi komunitas di situ.

Aku jadi inget tentang bagaimana mendongkrak ekonomi akhir-akhir ini erat dikaitkan dengan ekosistem. Kata ‘ekosistem’ yang mulanya kita kenal dari biologi digunakan juga pada disiplin ilmu lain seperti sosial. Sebut saja yang sedang marak yakni ekosistem kewirausahaan, dimana kalau mau ngegerakin entrepreneurship itu bukan cuman ngomongin pengusahanya aja, tapi semua stakeholder yang ngebangun ekosistem tersebut! Jadi intinya ngomongin apapun itu, selalu balik lagi ke ekosistem nya!

Benih

Masih inget kan di awal aku beli benih banyak. Dari sini juga belajar.

Pertama, benih itu untuk bisa jadi, harus dikubur di tanah. Atau di suatu tempat yang gelap. Ku pernah baca kalimat motivasi, “they buried us, they did not know that we are seed.” Ini keren, kita harus punya mental benih! Mau disimpen di gundukan manapun, kita selalu punya potensi bertumbuh. Terus satu lagi, tujuan. Satu-satunya tujuan benih adalah tumbuh jadi tanaman. Kadang suka mikir, benih tuh cuman punya satu tugas itu. Sama seperti kita banget! Tumbuh menjadi manusia yang seutuhnya, dari mulai zigot kita udah mengemban amanah itu, tapi kita suka lupa tugas itu.. Ingat-ingat lagi ya benih, tujuan kita satu.

Sebenernya sering juga pas lagi berkebun tuh mikirin hal filosofis lainnya, karena berkebun itu memberi clarity alias kejernihan berpikir. Berasa plong aja, ya mungkin karena ngga ada yang dipikirin secara serius gitu dan nyentuh nature. Terus berkebun tuh mengasah kesabaran dan ketekunan. Karena sayur dan buah tuh nggak bisa didapat dalam sehari. Sabar. Kadang tanaman layu dan mati karena hama. Sabar. Lalu persoal ketekunan. Aku tuh sepenuhnya ga percaya sama yang namanya istilah “tangan dingin”, ituloh istilah yang melekat pada mereka yang tangannya bisa nanam dan berbakat ngurus tanaman. Menurutku, tangan dingin yang diomongin itu soal ketekunan, dalam mencari tahu gimana suatu tanaman harus dihandle, dan mereka nge-treat tanaman itu sesuai dengan yang seharusnya. Jadi ya kalau ada yang merasa nggak bisa nanam, bukan ga bakat, emang belum tekun secara full. Cobain ngurus tanaman yang mudah hidup dan gampang perawatannya, pasti bisa! Sama dengan orang yang konon punya tangan dingin, ya kalau dia ngambil tanah yang salah, atau lupa nyiram, ya mati juga tanamannya!

Mau share juga pengetahuan dari Umi Annisa (ibuku, hahaha) bahwasanya berkebun itu menurutku termasuk tindak kedermawanan. Emang bukan sama manusia, tapi sama makhluk Allah lainnya, misalnya aja kepada serangga, hewan kecil lainnya kaya cacing, kupu-kupu, bahkan hama sekalipun. Secara nggak langsung kita ngasih makan hewan-hewan itu. Hewan-hewan di kebun itu juga kelak akan bersaksi untuk kita gaes, ini kata ibuku lho ya, ibuku anak pesantren sih, jadi mungkin benar adanya, hahah.

Yak segitu dulu yang kepikiran untuk #NulisKamis.

See you soon.

 



Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Bumiayu

Welcome to the beautiful earth! Bumiayu. Back then I used to speak flawless javanese. But now, you can’t even tell that i ever had medok accent (aku ora ngapusi iki). Bumiayu was the first place I learned about manner and etiquette. Javanese have different level of politeness in their language. They have kromo javanese and ngoko javanese. Kromo javanese used to talk with the elderly and someone that you should respect, whereas ngoko javanese is used when you’re talk to your friend or your junior. The same thing happened with Japanese and Korean. They do had formal and informal language.

Apakah menulis essay dengan bantuan bot itu etis?

Beberapa hari lalu sempet liat postingan di twitter mengenai bot yang bisa menulis essay , konon… bisa mempermudah pekerjaan mahasiswa. HAHAHA. Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan akademisi, cuma menggeleng kepala. Hey nanti kalau pekerjaan kamu di masa depan diambil alih bot, jangan salahin bot-nya ya! Kan emang bot nya toh yang selama ini belajar. Sungguh terlalu, Martinez! Martinez siapa ang? Gatau…. Pengen aja mencela, tapi ga mungkin mencela menggunakan nama Bambang, karena itu nama dosenku ☹ Berdasarkan taksonomi Bloom, mensintesis atau create itu letaknya pada hirarki paling tinggi. Jelaslah kalau menciptakan tulisan yang berisi ide, gagasan dan mensistemasinya dalam kesatuan paragraf bukan sembarang yang mampu melakukannya. Diperlukan kemampuan berpikir level yang tinggi atau high order thinking skill . 😙 Meskipun entah kenapa menurutku, essaybot ini keliatan banget bot nya. Tulisannya ga punya sentuhan manusia, kaya ga punya hati.. WOW itu tulisan apa mantan deh