Aku
tidak ingat kapan terakhir kali disebut kekanak-kanakan. Tapi aku ingat, kapan
aku merasa orang tuaku kekanak-kanakan. Kekanak-kanakan identik dengan tindakan
nggak logis yang ngaco dan ngapain sih kamuuu… Ayahku beberapa hari lalu memintaku
mengajarinya cara menggunakan wireless speaker untuk
disambungkan ke handphone-nya. BANYAK GAYAAAA!!! Jelas
yang satu itu bukan kekanak-kanakan, tapi entah kenapa aku tersadar, kok Ayah
udah seperti anak-anak ya.
Beginikah aku ketika kecil dan meminta diajari sesuatu. Aku terkenang kembali saat aku Sekolah Dasar dan meminta diajari bagaimana menceplok telor. Atau menyeduh susu sendiri. Masa itu agak samar, tapi aku ingat ibuku yang memanduku sambil memerhatikanku dan berdiri di sampingku. Kemudian aku juga ingat pernah meminta ayahku mengerjakan tugas sekolahku, seperti bagaimana membuat aquarium, bagaimana membuat mainan mobil-mobilan dari jeruk Bali, bagaimana membuat mainan dari tanah liat, dan bagaimana membuat lampu menyala dengan eksperimen sederhana. Ayahku dengan seksama menjelaskan langkah demi langkah sambil mengerjakan semuanya hingga selesai.
Kini rasanya giliranku memegang tampuk pengajaran. Rasanya memang terlalu cepat. Generasi yang kini disebut Millennials, sedikit banyak pasti pernah mengajari orangtuanya dalam hal teknologi. Aku jadi ingat ayahku pernah bertanya singkatan apa PPT itu? Lalu kujawab Power Point, yah. Dia bertanya, kenapa tidak PP, kenapa harus ada T nya di ujung. Pengen banget jawab, “soalnya kalau PP kan Pulang Pergi.” 🤣Tapi ngga jadi, kenyataannya memang aku tidak tahu alasannya apa. Lalu juga Ibuku yang pernah bertanya WiFi itu singkatan apa sih? Aku tidak pernah tau sebelumnya, jadi aku mencaritau tentang WiFi ketika ditanya Ibuku. Ternyata memang bukan singkatan. Lalu juga Ayahku yang pernah bertanya KRL, MRT, sama LRT bedanya apa sih? Ini gara-gara abis nonton TV kemarin-kemarin gaes, jadi aja sebagai anak memang harus selalu siap kalau dikasih kuis trivia dadakan.
Aku langsung merasa, apakah seperti ini ketika aku kecil dan menanyakan kosakata-kosakata baru. Apakah ini perasaannya ditanyai seseorang yang menganggapmu serba tahu segalanya seolah paling memahami dunia ini. Kini, orang tua ku mudah tampak seperti anak-anak yang dipenuhi oleh pertanyaan dan tanpa malu-malu memperlihatkan rasa ingin tahunya.
Aku percaya pada teori bahwa ketika seseorang beranjak menua, dia akan kembali menjadi anak-anak. Bahkan secara biologis pun terbukti, ketika sudah tua, gigi perlahan akan mulai tanggal dan makan pun cuma bisa yang diolah sederhana dan tidak boleh banyak perasa buatan, sama seperti anak-anak bukan? Dan konon, menuju tutup usianya, orang tua memiliki kemiripan dengan bayi… Apa hayooo? Ada yang mau menebak? Ayo komen di kolom komentar yaaa wkwk~
Barangkali
memang aku dan kawan seumurku sudah saatnya saling belajar menghadapi
orangtua yang sedang belajar. Mengajari orang tua bukanlah hal yang mudah. Kadang butuh berkali-kali penjelasan. Kadang ketika sudah mengerti pun lalu
seketika mereka merasa gugup dengan teknologi, takut salah dan mending ga usah
aja deh….ujungnya udah cape-cape diajarin ga dipake ilmunya, iya menyerah
begitu saja dan menunggu yang muda saja untuk menggunakan teknologi
tersebut. 😅 Seperti Mbah ku yang
enggan dikasih smartphone, kalau mau video call harus sayembara dan mencari pemuda-pemudi
sekitar yang hidupnya ngga sibuk dan siap untuk dihubungi. Ga mau repot-repot
belajar karena sudah tua, jadi tidak merasa membutuhkan teknologi canggih
itu. Memang kemajuan yang sekarang ada merupakan bukti adanya perbaikan
dari generasi sebelumnya. Tapi melihat ayah ibuku meminta diajari banyak hal, mengingatkanku
pada masa ketika aku masih bau kencur dan tidak tahu apa-apa. Mereka dengan setia mengajariku.
Keberanian untuk merobohkan kesombongan merasa diri lebih baik membuat proses pengajaran menjadi lebih cepat. Aku percaya orang tuapun sebenarnya pintar kalau diberi pemahaman. Mereka hanya kalah cepat soal informasi. Btw ayah ibuku sebenarnya punya smartphone, tapi mereka lebih sering menanyakan hal-hal yang mereka tidak tahu pada anaknya, padahal ujungnya anak-anaknya juga Google. HAHAHA. Kadang aku merasa seperti aku punya anak yang berusia dua kali lipat usiaku. Aku sebenarnya sudah mengajari ayah ibuku tentang google, tapi toh yang mereka butuhkan sebenarnya mungkin adalah ngobrol dan diskusi buat membuka topik pembicaraan. Karena darisanalah bermula sebuah pemahaman yang melahirkan kebijaksanaan. HILIH TIMBIN BIJIK..
Hai
kamuuuu, bagaimana kabar orangtuamu? Apakah kamu pernah merasa menjadi orangtua
dari orangtua mu? Kalau sudah, lanjut kan ya. Kelak kamu akan tahu betapa
membahagiakannya melihat anakmu ternyata adalah orangtuamu. HAH
GIMANAAA?? Iya gitu pokoknya. Hehe~☺
Sekian dulu ya 😊
Besok tunggu aku di sini ya. Sehat terussss
kamuuuu!
Salam untuk kamu dan
untuk orang tuamu ya,
-Aang-
Comments
Post a Comment