Aku masih ingat opini jujur ayahku pada awal
April yang bilang bahwa Indonesia tak akan sanggup melakukan lockdown.
Beliau berujar alasannya karena Indonesia tidak punya cukup resource untuk
melaksanakannya. Ramalan itu benar saja terjadi. Lockdown disarukan menjadi
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ayahku kemudian berpendapat bahwa PSBB
menyangkut kedisiplinan, dan bukan rahasia umum bahwa Indonesia sangat payah
dalam mendisiplinkan diri. Bukankah selama ini kita hidup dalam
ketidakdisiplinan yang kita yakini sebagai ‘kedinamisan hidup’. Hal
ini benar terjadi lagi. Terpantau warga Indonesia mulai tidak disiplin di
pertengahan Mei ini.
Ayahku sejak awal bukan fans PSBB, karena pekerjaannya
memaksa untuk memiliki mobilitas yang tinggi. Jadi dia tidak terlalu peduli
pada keberhasilan PSBB. Yang dia pedulikan hanya protokol. Menurutnya semua
orang harus mematuhi protokol yang berlaku, seperti cuci tangan, menggunakan
masker, hidup sehat, banyak duit #eh. Iya yang seperti itulah~
Kemudian minggu lalu ayahku membuka diskusi
mengenai betapa bantuan covid-19 menunjukkan ketidakpercayaan dalam strata
hirarki kemasyarakatan. Bantuan itu kadang tidak sampai pada si penerima ideal.
Semua fungsi dalam struktur kemasyarakatan dilanda kritis kepekaan. Orang bukan
saja mengalami kesulitan dalam memahami permasalahan, tapi merumuskan prinsip
hidupnya saja tak mampu. Baik rakyat maupun aparat pembangunan memiliki masalah
komitmen. Sekarang ini semua pihak selayaknya tidak boleh hanya memikirkan
kemajuannya sendiri. Bayangkan kalau pejabat hanya memikirkan kemajuannya
sendiri, maka matilah rakyat. ☹
Tapi bukan itu yang melintas di benakku malam
ini, the new normal yang kabarnya akan mulai dilaksanakan Juni nanti~ Aku
khawatir bahwa kurva kita akan terus naik setelah terjadi relaksasi PSBB
sana-sini. Aku sendiri termasuk yang sekuat tenaga mendukung kebijakan
pemerintah. Aku manut karena aku tahu pemerintah bagaimanapun membutuhkan
rakyatnya, dan tentunya atas dasar kebutuhan itu, aku tahu mereka akan
mengupayakan yang terbaik. Hanya saja, akhir-akhir kita sudah terlalu lelah dan
menjadi lebih sensitif terhadap semua gerak-gerik pemerintah. Bahkan ketika
pemerintah mengkampanyekan anti mudik dalam nyanyian, secepat kilat warga
memberondongi pemerintah dengan komentar yang menyangsikan pekerjaan utamanya.
Entah bagaimana hubungan antar pemerintah dan
rakyatnya seperti sedang di ujung tanduk yang bisa putus dan saling membenci
kapan saja. Iya mungkin kalau pemerintahan itu pacarmu, ini sudah di masa
saturasi, dimana kita berdua jenuh dan belum lagi ditambah permasalahan yang
mendera kian menunjukkan sikap buruk kita berdua.
Tiada hari berlalu tanpa memusingkan pemerintah
nih ya si aang. Hidup bagaimanapun harus terus berlanjut, hai kamu! Kurasa kita
sebaiknya sering ngobrol agar kekhawatiran itu lebih terorganisir dan bisa
diredam negativitasnya.
Mengatur warga untuk bisa sampai di penghujung
tahun terasa sangatlah rumit. Pemerintah akhirnya lebih memilih menyelamatkan
pemilik modal dan lebih menunjukkan kasih sayangnya pada ekonomi.
Vaksin yang katanya masih dalam tahap
pengembangan bisa saja baru selesai tahun depan. Sudah jelas pemerintah
berpikir, kalau kita diam saja menunggu vaksin, di saat menunggu itu kita bisa
saja mati. Alangkah labih bijak kalau kita melakukan sesuatu sambil menunggu,
mungkin kematian kita terasa lebih indah (?)
Bukankah ini ide herd immunity? Menyerahkan diri
pada tangan nasib.
Aku membaca artikel dari John Hopkins University terkait herd immunity. Selama ini terdapat miskonsepsi terkait herd immunity. Pada akhirnya memang kita mau ngga mau akan herd immunity, artinya semua orang terpapar virus sehingga imunitas kolektif bisa tercapai. Permasahannya adalah berapa banyak orang yang akan meninggal kalau kita terapkan di saat vaksin belum ada? Belum lagi persoalan kesiapan RS menangani pasien.
Hidup di bulan Juni. Akankah kita bertahan? Ah sudahlah, kali ini aku hanya ingin memuntahkan isi kepalaku begitu saja. Aku berharap bisa melihatmu sesegera mungkin. Aku akan menyetujui apa yang Ayahku ramalkan. Tahukah kamu, dia ramal Agustus ini semuanya akan membaik.
Tentu saja, ramalan Ayahku itu ada teorinya. Katanya bulan Juni akan ada the second wave. Sotoy sekali kan, first wave aja belum selesai. Tapi katanya yang second wave ini akibat yang mudik dan reopening tempat umum. Setelah itu, ada faktor X yang membuat Indonesia bisa selamat. Iya, faktor X itu apalagi kalau bukan do'a tulus kamu semua yang diijabah. 😚
Always choose kindness yaa~ |
Miss you~
Semoga cepet beres ya korona, biar segera kita reuni mini.
Comments
Post a Comment