Skip to main content

Everything Untouched but Forever Change

Judul tersebut terinspirasi dari sebuah lagu yang hari ini diputar on repeat. Lagu dari band OK Go yang berjudul All Together Now. Lagunya ciamik dan nendang sampe ke ubun-ubun, sangat serasi dengan perasaan semua insan yang menjaga diri dari virus.

🎶 All the colors we painted yesterday
They look so different now
And all those harmonies we sang yesterday
All sound so different somehow
Though they're all still the same
Everything's untouched but forever changed
Everywhere on earth, every single soul
Everyone there is, all together now
And everyone alone all together on the precipice
All that mattered then, all that matters now
All that matters after the world shuts down
All of it dissolved all together in the chrysalis
Together in the chrysalis 🎶

Dalam kesendirian, kita bersama-sama. Menurut lagu ini, saat ini kita sedang dalam fase kepompong (chrysalis). Analogi tersebut memberi perspektif baru dalam melihat permasalahan. Bahwa setelah pandemi berlalu, kita punya sepasang mata baru yang memandang segala sesuatu dengan cara yang tak pernah kita sangka ternyata kita bisa lakukan. Bahwa setelah pandemi berlalu, kita mungkin dianugerahi sayap untuk bisa terbang lebih jauh.

Hari ini abis baca buku Alan Waats yang berjudul The Wisdom of Insecurity. Setelah membacanya, aku jadi kepikiran… kayanya ga semua-semua harus secure. Ketika kita ngga tahu ke depannya bakal gimana, ya ga apa-apa juga gitu.

Selama ini, mindset aku sebagai anak yang mengandrungi ilmu eksak, aku ingin semuanya jelas dan detail. Kadang ngelunjak juga, ingin yang PASTI-PASTI AJA!

Tau ga sih, saking aku suka sama yang pasti, aku suka cemas sendiri. Kadang aku takut banget telat naik pesawat, atau khawatir salah ngomong atau ga bisa pas presentasi, atau ngeri banget ada hal yang ga berjalan sesuai plan dan briefing. Sebelumnya, kalau dalam kondisi kaya gitu aku langsung pasang sikap bahwa the worst-case scenario is I am dead, jadi ya sudah tidak usah cemas, selama masih hidup kita hajar aja bos, gas pol. Ternyataaa….namanya emosi itu harusnya diperhatiin dan dikasih perawatan rutin, sama kaya onderdil yang harus sering dibersihin dan check-up.. biar kalau rusak itu ga merembet kemana-mana, dan kalau rusak itu ngga langsung parah.

Jadi… Pertama harus di address atau disadari dulu, oke ini gue lagi panik nih. Udah gitu, harus punya beberapa hal yang bisa meredakan hal tersebut. Misalnya kita bisa melapisi dinding pikiran kita dengan kepercayaan bahwa hal-hal yang bikin takut itu useless. Banyak yang bilang itu bisa meredam uncertainties atau insecurities yang kita hadapi. “Ngapain sih mikirin yang ngga-ngga, yang belum jelas juntrungannya, ngga guna ih, ngga ada untungnyaaa..”

Dalam kasus lain, kita bisa memitigasi cemas dengan menyadari bahwa “ya udah sih kan kita ga tau hal tersebut”… emang bener sih, hidup itu bukan pilihan ganda, tapi sebuah essay, jadi semua kemungkinan terbuka lebar untuk terjadi atau tidak terjadi..

(OOT dikit, ini mengingatkan sama QS Luqman : 34, yang potongan ayatnya berisi وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا Artinya: Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.)

Bentar kita do’a dulu… 😚

Ya Allah, kasih aku pemahaman bahwa apa yang terjadi itu semuanya adalah kehendakMu dan kasih aku kekuatan supaya bisa menjalankan dengan sebaik-baiknya kehendakMu.

Lanjut gaes!

Sebaiknya memang ketika ada ketakutan bahwa segala sesuatu bisa berantakan, di saat itu kita harusnya membuka pemikiran kita. Kesalahan kan bisa jadi sarana pembelajaran. It is okayer…..to think like that.

Meski dalam hidup ini seringnya memang manusia itu dikecewakan oleh ekspektasinya sendiri. Dan jujur aja, aku belum bisa sih kalau sampe harus memangkas ekspektasi hingga muncul zero expectation. Padahal harusnya begitu loh…

Berharap sama Allah, jangan berharap sama manusia. Karena Allah pasti ngasih yang terbaik, kalau manusia jelas punya kapabilitas untuk mengecewakanmu dan menyakitimu….. Teorinyaa gitu.

Implementasinya? Lagi-lagi aku orang yang masih berharap sama diri sendiri. Cuma sekarang lebih paham, acceptance dan improvisasi itu perlu. Lalu, ketika harapan ngga sesuai dengan kenyataan dan aku bersedih, ya itu konsekuensi karena sejak awal aku menaruh harapan. Toh hidup ini memang serangkaian panjang eksperimen kan. Harus optimis! Harus persisten! 👊


Source: AZ Quotes

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Apakah menulis essay dengan bantuan bot itu etis?

Beberapa hari lalu sempet liat postingan di twitter mengenai bot yang bisa menulis essay , konon… bisa mempermudah pekerjaan mahasiswa. HAHAHA. Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan akademisi, cuma menggeleng kepala. Hey nanti kalau pekerjaan kamu di masa depan diambil alih bot, jangan salahin bot-nya ya! Kan emang bot nya toh yang selama ini belajar. Sungguh terlalu, Martinez! Martinez siapa ang? Gatau…. Pengen aja mencela, tapi ga mungkin mencela menggunakan nama Bambang, karena itu nama dosenku ☹ Berdasarkan taksonomi Bloom, mensintesis atau create itu letaknya pada hirarki paling tinggi. Jelaslah kalau menciptakan tulisan yang berisi ide, gagasan dan mensistemasinya dalam kesatuan paragraf bukan sembarang yang mampu melakukannya. Diperlukan kemampuan berpikir level yang tinggi atau high order thinking skill . 😙 Meskipun entah kenapa menurutku, essaybot ini keliatan banget bot nya. Tulisannya ga punya sentuhan manusia, kaya ga punya hati.. WOW itu tulisan apa mantan deh

Bumiayu

Welcome to the beautiful earth! Bumiayu. Back then I used to speak flawless javanese. But now, you can’t even tell that i ever had medok accent (aku ora ngapusi iki). Bumiayu was the first place I learned about manner and etiquette. Javanese have different level of politeness in their language. They have kromo javanese and ngoko javanese. Kromo javanese used to talk with the elderly and someone that you should respect, whereas ngoko javanese is used when you’re talk to your friend or your junior. The same thing happened with Japanese and Korean. They do had formal and informal language.