Beberapa
hari lalu saya menginap di rumah paman di Lembang, dan seorang teman wanita
dari bibi saya mulai menatap saya dan menanyakan identitas saya. “Oh itu
keponakannya si Mas, ngajar kimia anak SMA.” Tiba-tiba saja dia menimpali
“memilih menjadi guru sama saja dengan memilih untuk hidup miskin”. Saya merasa
telah dijudge. Selaku orang yang
baru-baru ini menapaki hidup dengan penuh manner,
saya memilih hanya tersenyum padanya. Sambil lalu saya juga menguatkan hati dan
berkata pada diri sendiri “omongan buruknya toh tidak akan membayar biaya
makan, listrik, pulsa dan hura-hura saya, kenapa harus dipedulikan?”
Terlintas
dalam benak benarkah menjadi guru tidak bisa kaya? Berapa gaji tertinggi dan terendah guru? Saya
berujung meminta bantuan pada internet dan terdampar di sebuah jurnal Education at a Glance terbitan tahun
2015. Mari kita sekilas kupas isi jurnal tersebut.
Pernah
bertemu dengan guru yang honornya hampir dua milyar? Pergilah ke Luxembourg.
Gaji guru disana pada tahun 2013 mencapai lebih dari $130,000 atau sekitar 1.820.000.000
IDR.
Pada
kebanyakan negara, gaji guru akan meningkat seiring dengan level pendidikan
yang mereka ampu. Contohnya gaji guru SMP dengan pengalaman mengajar 15 tahun
di Belgia, Denmark, Finlandia, Indonesia, Polandia, dan Switzerland lebih
tinggi 25 % dibandingkan dengan gaji guru SD dengan pengalaman mengajar yang
sama. Begitu juga dengan pengalaman, kenaikan gaji sejalan dengan banyaknya
pengalaman mengajar. Maka dari itu, diagram menunjukkan perbedaan gaji setelah ± mengajar
15 tahun (artinya guru berusia 38-45).
Jurnal
ini juga memaparkan data pendapatan guru dan membandingkannya dengan jam mengajar.
Data diambil secara anual, dimulai tahun 2005 hingga 2012. Tujuannya untuk
mengetahui negara mana yang guru-gurunya memiliki jam mengajar paling banyak
untuk bayarannya tersebut. Guru-guru di Luxembourg dibayar paling tinggi untuk
jam mengajarnya. Hal lain yang menarik untuk ditilik adalah guru-guru di
Kolombia, Cili, Meksiko, dan Amerika Serikat menghabiskan paling banyak waktu
untuk mengajar dibandingkan dengan negara lain. Kolombia menempati posisi
pertama dengan alokasi 1200 jam mengajar per tahun, cukup mengejutkan apabila dibandingkan
dengan perolehan gajinya. Penting untuk dicatat bahwa jumlah jam yang
dihabiskan tidak termasuk jam piket, ekstrakulikuler, dan jam tambahan.
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) mengkompilasi
data gaji guru dengan asumsi bahwa pendapatan guru merupakan faktor yang
mempengaruhi keatraktifan guru sebagai sebuah profesi. Hal ini juga menjadi
salah satu mata rantai yang mengakibatkan seseorang kuliah jurusan kependidikan
dan jadi guru setelah lulus. Data yang digunakan telah disesuaikan dengan biaya
kehidupan dengan menggunakan Purchasing Power Parity Index (PPP) dan dikonversi
secara ekuivalen ke dollar US. Gaji pokok yang disajikan juga tidak mencakup
bonus, biaya darmawisata, biaya kesehatan, dan pembayaran tambahan lainnya yang
berkaitan dengan pekerjaan.
See? Siapa bilang guru tidak bisa kaya? Jangan katakan itu pada guru di Luxembourg. Mungkin bisa ditolerir oleh guru Indonesia yang berhati mulia.
Daftar Pustaka
OECD. (2015). Education
at a Glance 2015: OECD Indicators.
Paris : OECD Publishing.
Comments
Post a Comment