Skip to main content

We Should Love Math

So, this year should be the year that I go to Japan to watch Tokyo Olympic~ But then 2020 teaches me to be patient and to be grateful for what we have. Anyway…

A little bit contemplation won’t hurt, right?

Living in Japan myself I know that Japanese is more religious than the person that have religion (I need to spell this in Indonesia, “lebih islami daripada orang islam”).

Sometimes I wonder… What makes the Japanese treat the environment, the neighborhoods, and even inanimate objects with such consideration and care? Is it their belief about God that is watching us? Is it their belief about karma?

I somehow think that this relates to their strong appreciation of math (yes, you read that right, MATH). The theory of probability to be exact.

They just could not believe in God or Karma. But they fully understand that we should never take things for granted.

They appreciate all beings, be it human or nonhuman. Because all the good and beautiful things may perish, disappear. As a consequence, our children would never feel it, never see it, never know it anymore. Who knows, someday the abundance of oxygen that we always overlook may not be available anymore. This earth provides us with too many, and also…… have too many random probabilities that could harm us.

If only we understand that gratitude is a matter of understanding uncertainty and probability.

We as Indonesian, know it the best. That this kind of simple logic is failed to be diffused through institutional religions. Sometimes being religious today makes us even further stray away from God.

My mom is one of the lucky people, that understand the logic and happened to be, well, religious.

There is a time when I am home, I asked my mom,

"Mom why sometimes when I go to sleep, suddenly I have so many things come to mind… feelings, thoughts, regrets. It makes me feel restless. I could not fall asleep. in a better scenario, I did sleep, but when I wake up... I feel like “why am I wake up?”  You know like you already tired just for being alive" 😭 😭 😭

My mom responded, “When you go to sleep, do you say, “God thanks for today, and please let me wake up tomorrow”? Because some people sleep and never wake up. Also when you just wake up, you should change your mindset into saying “Let me make today becomes the day I learn, I contribute, I grow, and I am being happy.” How you start your day will affect your entire day and how you end the day will affect how you start your next day.”

My mom is right. We could die at any moment.

Again. Gratitude is a matter of understanding uncertainty and probability.



Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Apakah menulis essay dengan bantuan bot itu etis?

Beberapa hari lalu sempet liat postingan di twitter mengenai bot yang bisa menulis essay , konon… bisa mempermudah pekerjaan mahasiswa. HAHAHA. Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan akademisi, cuma menggeleng kepala. Hey nanti kalau pekerjaan kamu di masa depan diambil alih bot, jangan salahin bot-nya ya! Kan emang bot nya toh yang selama ini belajar. Sungguh terlalu, Martinez! Martinez siapa ang? Gatau…. Pengen aja mencela, tapi ga mungkin mencela menggunakan nama Bambang, karena itu nama dosenku ☹ Berdasarkan taksonomi Bloom, mensintesis atau create itu letaknya pada hirarki paling tinggi. Jelaslah kalau menciptakan tulisan yang berisi ide, gagasan dan mensistemasinya dalam kesatuan paragraf bukan sembarang yang mampu melakukannya. Diperlukan kemampuan berpikir level yang tinggi atau high order thinking skill . 😙 Meskipun entah kenapa menurutku, essaybot ini keliatan banget bot nya. Tulisannya ga punya sentuhan manusia, kaya ga punya hati.. WOW itu tulisan apa mantan deh

Bumiayu

Welcome to the beautiful earth! Bumiayu. Back then I used to speak flawless javanese. But now, you can’t even tell that i ever had medok accent (aku ora ngapusi iki). Bumiayu was the first place I learned about manner and etiquette. Javanese have different level of politeness in their language. They have kromo javanese and ngoko javanese. Kromo javanese used to talk with the elderly and someone that you should respect, whereas ngoko javanese is used when you’re talk to your friend or your junior. The same thing happened with Japanese and Korean. They do had formal and informal language.