Skip to main content

Sebuah Keresahan Bersama

Katanya kaum millennials memiliki kesamaan, rentang tahun kelahiran yang sama sehingga menyebabkan kondisi saat dibesarkan sama, lantas berakibat pada persamaan masalah yang dihadapi.
Contoh:
Meski telah lulus masih menjadi beban orangtua.
Meski sukuk laris dibeli kaum kita, tapi rumah tetap masih ngontrak.
Meski semakin gencar viralnya nikah muda dan nikah murah, toh yang melajang grafiknya tak pernah turun.
Meski isi Instagram semakin seragam dengan foto bayi, toh tabungan pendidikan anak belum terpikir.
Meski pekerjaan banyak dan menumpuk, distraksi media social masih saja jadi penyakit dan kita nampaknya tidak ingin sembuh.
Kesadaran akan kesehatan mental membuat mental semakin tidak sadar.
Sedikit cemas, banyak rindunya. Itu kata Payung Teduh sih, hehe.

Kemarin aku belajar bahwa dalam hidup ini banyak sekali orang yang toxic, andai sebelum berkenalan pada setiap diri manusia ada label precaution. Tentulah kita hanya hidup sendirian.
Di minggu lalu aku juga tersadar bahwa kita semua pada suatu titik berubah menjadi sesuatu yang kita benci, mungkin karena kita tidak mencintai apa yang kita anggap ‘seharusnya kita cintai’.
Orang bilang kita harus mencintai pekerjaan sehingga kerja tidak terasa melelahkan, tapi tetap saja, ada masa dimana pekerjaan tidak mencintai kita dan membuat kita sedih.
Orang bilang cintailah kekurangan keluarga kita, tentu ada masanya dimana keluarga justru membuat kita merasa tidak dicintai dan kita mulai menyalahkan diri sendiri.
Cih. Sed laif.

Untuk para pria, sekarang ada istilah ‘mainsplaining’ artinya banyak bacot di depan cewe nyangka cewe ngga tau apapun. Kemaskulinan terlalu rapuh sehingga ia perlu dilindungi.
Untuk para perempuan, sekarang banyak perang polarisasi. Wanita karir versus ibu rumah tangga, lahiran sesar versus lahiran normal, menyusui ASI versus menyusui susu kaleng. Tidak ada yang derajatnya lebih baik antara satu sama lain, selain dia yang lebih bertaqwa. Bahkan rumput pun tahu hal itu :(

Dalam kasus pemilih presiden nanti, kubu-kubu semakin galak bersikap. Harus sudah memutuskan menjadi cebong atau kampret. Tidak bisakah aku menjadi aku? Hashtag NajisLuAng.
Dalam kasus beragama, banyak yang berasumsi bahwa kelantangan kita menjadikan kita soleh solehah sehingga bisa mendapat free pass gerbang surga. Hello? Situ siapa?

Jari yang mengetik sudah terlalu banyak sedangkan paper ilmiah kita masih rendah, apa-apaan ini?!
Mulut yang berbicara terlalu banyak sedangkan telinga kita diam-diam memakai headset. Ga tau aja kan lau? Ketutup tiung, sis!

Jadi hari ini tema postingan adalah “the things you are struggle with”, ini sudah obvious.
Life itself is a struggle.
Kalau dijabarin pasti bikin kalian pengen google “tips bunuh diri mudah murah ngga pake sakit”. Oh I did research that, dan gw rasa pilihan bunuh diri itu semuanya menyedihkan.

Katanya kan living well is the best revenge.
Akan tetapi:


Iya gw ngga bilang memilih mati adalah pilihan orang yang kalah sih, hanya saja bunuh diri itu cerminan seorang yang menyerah, dan kata bunda icha (sorry mih nama mamih dicatut mulu), menyerah bukanlah pilihan.

So, no matter how hard life, keep learning to live, learning is never easy, but it will get you somewhere better.

Song to listen today: Payung Teduh - Sebuah Lagu


Hope you have the time for "duduk bersama tak melakukan apapun" today!
Godspeed, good people!

Comments

  1. Why we have same thought? Are we grow in same age?

    ReplyDelete
  2. biasanya baca buku apa teh?
    i think every writing that u post is very interesting, sukaaa dan mendidik 👍

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga ...

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Entry 5 - Gratitude Journal: Wished

What is something that you have now that seemed like a wish back then? The first thing that comes to my mind is the freedom to do anything.  Hal yang tampak seperti mimpi dulunya adalah melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Beberapa di antaranya merupakan adegan berbahaya yang hanya bisa dilakukan oleh ahli. Hal seperti bepergian sendiri kemanapun, membeli barang-barang lucu yang diinginkan, bahkan berpikir hanya untuk diri sendiri. Aku tidak tahu kenapa kota tempatku tinggal,  Karawang disebut Kota Pangkal Perjuangan, tapi aku cukup tahu semua orang di sini memang bergelar pejuang. Menjadi dewasa artinya bergerak menjadi seorang yang berjuang. Dulu semuanya diperjuangkan oleh orang lain tanpa kita maknai. Sekarang aku tahu betapa lelahnya itu, tapi tidak ada seorang pun bertanya, karena semua orang ingin beristirahat juga. Aku suka menjadi dewasa karena hal-hal yang tidak terlihat ketika aku kecil, sekarang semuanya nyata. Sayangnya, kita semua mend...

Entry 4 - Gratitude Journal: Happy Memories

Write about the memories that made you happy! Aku tumbuh dan dibesarkan dengan baik oleh ayah ibuku. Banyak kenangan indah yang bisa aku jadikan sebagai mantra Patronus-ku. Sangat sulit memilih mana yang bisa aku jadikan mantra utama penangkal duka lara. Kalau aku meninggal, core memoriesku mungkin bisa menentukan mana best of the best memories, kalau sekarang masih bingung milihnya. Aku suka hari-hari kenaikan kelas, pembagian raport, dan wisuda. Karena ada kebahagiaan terlimpah ruah setelah bisa melewati kesulitan berlevel, ada kesenangan terpancar saat kita bisa mengukir senyum bangga orang tua. Momen itu yang menjadi batu pondasi kalau kelak aku lupa apa itu rasanya bagaia. Momen bahagia baru terasa setelah serentetan lelah dan luka kita lalui, kita naik level, kita jadi lebih baik. Dan kenangan itu membuatku bahagia. Aku juga suka hari-hari normal yang berlalu dengan penuh kedamaian. Ada kewarasan yang tersimpan dalam sebuah rutinitas. Ada rasa aman ketika tahu kita bisa beristir...