Skip to main content

Kalimat tidak terlupakan

Pernah ga sih lagi ngelamun, tiba-tiba inget kalimat seseorang yang entah kenapa muncul begitu aja. Aku pernah. Sering malah. Meski katanya:


Menurutku, emosi yang melekat pada kalimat-kalimat tersebut lah yang membuatnya sulit dilupakan.
Contohnya kalimat yang ku dengar ketika ulangtahunku yang ke-17, mamihku tiba-tiba bilang “anak mamih udah gede aja, ngga kerasa. Udah dewasa sekarang.”

Aku masih teringat dengan jelas bagaimana nada yang sedikit melengkung dan rasa manis membalut kalimat tersebut ketika terucap. Ada rasa aneh di dalam hati manusia yang bernama Aang yang sedang ulang tahun kala itu.


Kalimat lainnya lagi yang sulit kulupakan adalah kalimat papih yang sering banget jadi mantra hidupnya, “hidup itu jangan dirasa-rasa, cukup dijalanin aja.”
Aku abis curhat apa ya…aku lupa, intinya curhatku berbau keluhan, dan seperti gadis belia nan galau membahana, aku curhat tentang hidupku yang ampas dan pastinya dilepehin sama papih yang udah malang melintang di jagat manusia dewasa.


Ada juga kalimat mesra yang diucapkan mantan seperti “jangan nangis pas aku ngga ada di samping kamu”. Kalimat yang akan bikin jari kamu terlipat-lipat membentuk kepalan tinju karena menahan kejiji’an yang susah dimuntahkan.
Kemudian kalimat yang tak terlupakan lainnya adalah kalimat yang bernafas kesedihan, seperti cerita seorang ibu temanku yang mengorbankan hidupnya untuk anaknya. “Ya Ibu mau gimana lagi? Yang penting sekarang Ibu harus kuat”, kalimat Ibu yang satu itu terngiang santer ketika aku di Jepang. Simbol bahwa wanita sangat kuat, dan sebuah hikmat bahwa keputusasaan membinasakan keberanian untuk bertahan.


Yang paling aku suka dari semua kalimat tentunya adalah kalimat ungkapan rindu, sayang dan cinta.
Dari Mamihku.
Mamihku itu kalau kangen atau mood nya bagus pasti manggil anaknya dengan sebutan “yang” atau “sayang”..
“Lagi ngapain yang?”
“Udah makan belum yang?”
“Udah solat yang?”
“Ya udah ya yang, ati-ati.”
Aku belum pernah mengatakan ini dimanapun sebelumnya. Tapi panggilan seperti itu bisa membuat hati tenang. Seolah Indonesia tidak punya hutang dan seolah semua pemimpin hatinya tulus dan suci.
My super happy face
Oh ya, aku masih menunggu kalimat darimu! Mungkin aku akan suka. Mungkin tidak akan kulupakan.

Kalau begitu, mari membuat memori, membuat kalimat yang tak terlupakan. Tapi jangan khawatir. Karena kalau terlupakan, kamu tetaplah dalam ingatan.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Apakah menulis essay dengan bantuan bot itu etis?

Beberapa hari lalu sempet liat postingan di twitter mengenai bot yang bisa menulis essay , konon… bisa mempermudah pekerjaan mahasiswa. HAHAHA. Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan akademisi, cuma menggeleng kepala. Hey nanti kalau pekerjaan kamu di masa depan diambil alih bot, jangan salahin bot-nya ya! Kan emang bot nya toh yang selama ini belajar. Sungguh terlalu, Martinez! Martinez siapa ang? Gatau…. Pengen aja mencela, tapi ga mungkin mencela menggunakan nama Bambang, karena itu nama dosenku ☹ Berdasarkan taksonomi Bloom, mensintesis atau create itu letaknya pada hirarki paling tinggi. Jelaslah kalau menciptakan tulisan yang berisi ide, gagasan dan mensistemasinya dalam kesatuan paragraf bukan sembarang yang mampu melakukannya. Diperlukan kemampuan berpikir level yang tinggi atau high order thinking skill . 😙 Meskipun entah kenapa menurutku, essaybot ini keliatan banget bot nya. Tulisannya ga punya sentuhan manusia, kaya ga punya hati.. WOW itu tulisan apa mantan deh

Bumiayu

Welcome to the beautiful earth! Bumiayu. Back then I used to speak flawless javanese. But now, you can’t even tell that i ever had medok accent (aku ora ngapusi iki). Bumiayu was the first place I learned about manner and etiquette. Javanese have different level of politeness in their language. They have kromo javanese and ngoko javanese. Kromo javanese used to talk with the elderly and someone that you should respect, whereas ngoko javanese is used when you’re talk to your friend or your junior. The same thing happened with Japanese and Korean. They do had formal and informal language.