Skip to main content

Pemburu Pikiran

Akhir tahun lalu, aku menonton salah satu serial TV yang sangat berkesan, judulnya MindHunter. Serial tersebut menceritakan bagaimana anggota FBI dengan latar 1977 merumuskan system profiling dengan melakukan wawancara pada para pembunuh kelas kakap. Serial ini diusung oleh Netflix, baru satu season yang keseluruhannya ada 10 episode.
Mindhunter ini menilik pembunuh dari segi psikologi, ga banyak adegan actionnya. Si pemeran-pemerannya berasal dari Unit Behavioral Science, terdengar begitu keren dan canggih bukan?

Tenang aku tidak akan spoiler bagaimana ceritanya.
Yang jelas..
Beberapa kisah pembunuhan di sini merupakan adaptasi dari kisah pembunuhan yang terjadi sungguhan.
Lalu...mereka pada akhirnya bisa berkesimpulan dan mengklasifikasikan ada dua jenis pembunuh, pertama yang “organized”, lalu yang “disorganized”.

Mereka juga dalam perjalanannya mempelopori penamaan serial killers, yang artinya pembunuh berantai yaitu orang yang membunuh beberapa orang pada waktu yang berbeda-beda, dan korban biasanya tidak dikenali oleh pelaku sehingga bisa dikatakan motif membunuhnya untuk kesenangan semata, bukan karena untuk merampok atau balas dendam.

Ada juga perdebatan menarik mengenai apakah monster (para pembunuh) itu terlahir begitu saja atau justru diciptakan?
Menurutku, serial ini secara implisit menjawab bahwa monster itu diciptakan. Diceritakan bahwa hampir semua pembunuh memiliki latar belakang yang serupa. Tidak dicintai. Mereka bisa jadi diabaikan oleh ayahnya, disiksa secara batin oleh ibunya atau bahkan tidak dihargai oleh pasangannya. Mungkin membunuh adalah cara mereka berkata betapa menderitanya mereka. Memang sangat salah. Namun dari sisi psikologi bisa dikatakan bahwa mereka yang mampu menyakiti orang lain, tidak saja ‘sakit’ melainkan juga tersakiti. Inilah yang sering kita lewatkan. Berapa banyak orang yang tahu kehidupan seorang pembunuh sebelum dia menjadi pembunuh?

Dalam serial ini juga dikisahkan salah satu di antara pemeran utama adalah seorang ayah yang memiliki anak adopsi. Bahkan meskipun seseorang memiliki predikat sebagai anggota FBI, tugasnya menjadi seorang ayah tetaplah tugas yang berat. Anaknya ini suatu ketika berulah, dan si istri merasa bahwa kurangnya perhatian si ayah sebagai pemicu si anak berulah. Sebagai anggota FBI yang sangat paham bahwa tindakan tercela di masa kanak-kanak bisa menjadi indikasi kecenderungan berbuat kriminal ketika ia sudah dewasa, bagaimana dia harus memposisikan diri sebagai orangtua?  Jawabannya sengaja disimpan untuk season 2.

Akupun masih menerka-nerka bagaimana kelanjutan kisah para anggota FBI ini, karena sedikit banyak pekerjaan mereka berefek pada kehidupan sehari-harinya.

Di luar dari bagaimana cerita ini dengan apik diramu, dan alurnya terasa mengalir. Aku mulai menyelidiki actor pemain serial MindHunter ini. Aku memutuskan bahwa aku menyukai kepribadian off-screen Jonathan Groff, dan sangat jatuh hati pada suara Holt McCallany yang membuat ovariumku bergemuruh. Mereka berdua memiliki aura bromance yang unik. 💙

Kusarankan padamu untuk menonton serial tersebut sehingga kamu mengerti apa yang kumaksud.😃 Semoga menikmati rekomendasiku kali ini ya! 😇

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga ...

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Entry 5 - Gratitude Journal: Wished

What is something that you have now that seemed like a wish back then? The first thing that comes to my mind is the freedom to do anything.  Hal yang tampak seperti mimpi dulunya adalah melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Beberapa di antaranya merupakan adegan berbahaya yang hanya bisa dilakukan oleh ahli. Hal seperti bepergian sendiri kemanapun, membeli barang-barang lucu yang diinginkan, bahkan berpikir hanya untuk diri sendiri. Aku tidak tahu kenapa kota tempatku tinggal,  Karawang disebut Kota Pangkal Perjuangan, tapi aku cukup tahu semua orang di sini memang bergelar pejuang. Menjadi dewasa artinya bergerak menjadi seorang yang berjuang. Dulu semuanya diperjuangkan oleh orang lain tanpa kita maknai. Sekarang aku tahu betapa lelahnya itu, tapi tidak ada seorang pun bertanya, karena semua orang ingin beristirahat juga. Aku suka menjadi dewasa karena hal-hal yang tidak terlihat ketika aku kecil, sekarang semuanya nyata. Sayangnya, kita semua mend...

Entry 4 - Gratitude Journal: Happy Memories

Write about the memories that made you happy! Aku tumbuh dan dibesarkan dengan baik oleh ayah ibuku. Banyak kenangan indah yang bisa aku jadikan sebagai mantra Patronus-ku. Sangat sulit memilih mana yang bisa aku jadikan mantra utama penangkal duka lara. Kalau aku meninggal, core memoriesku mungkin bisa menentukan mana best of the best memories, kalau sekarang masih bingung milihnya. Aku suka hari-hari kenaikan kelas, pembagian raport, dan wisuda. Karena ada kebahagiaan terlimpah ruah setelah bisa melewati kesulitan berlevel, ada kesenangan terpancar saat kita bisa mengukir senyum bangga orang tua. Momen itu yang menjadi batu pondasi kalau kelak aku lupa apa itu rasanya bagaia. Momen bahagia baru terasa setelah serentetan lelah dan luka kita lalui, kita naik level, kita jadi lebih baik. Dan kenangan itu membuatku bahagia. Aku juga suka hari-hari normal yang berlalu dengan penuh kedamaian. Ada kewarasan yang tersimpan dalam sebuah rutinitas. Ada rasa aman ketika tahu kita bisa beristir...