Skip to main content

Notification~


Dear para pembaca blog aang yang budiman,

Dengan dituliskannya postingan ini, saya berjanji pada diri saya untuk memposting di blog ini minimal seminggu tiga kali. Pendisiplinan itu sangat sulit guys. Jadi kalau ditengah jalan aku berhenti tolong marahi aku, tapi marahinya lemah-lembut aja ya, ga usah pake kekerasan.

Oiya berikut alasan kenapa aku harus memulai menulis lagi: (alasan ini beberapa dibuat-buat tapi kalian bisa memaparkannya padaku kalau-kalau aku mangkir dan menghilang dari sini)

1. Jarakku dari rumah saat ini sekitar 5790 kilometer. Karena adanya jarak ini, banyak hal yang tadinya aku ga rasakan, jadi aku rasakan. Apakah posisi menentukan perasaan? (Tolong siapapun, buatkan riset terkait hal tersebut untukku. Kalau kamu pria akan aku jadikan kakak, kalau kamu wanita akan aku jadikan kakak juga!)
Jadi, aku sudah sepatutnya untuk menjurnalkan hal-hal yang kurasakan atau yang ku alami, karena ku pikir menganalisa dan mengarsipkan hal tersebut salah satu cara mudahnya adalah dengan menulis.

2. Terus kan sekarang aku lagi sekolah pascasarjana, jadi kalian mungkin tidak tahu betapa tidak menyenangkannya hidup di bawah tirani dosen dan di tengah kungkungan ilmu pengetahuan. Kebodohan itu kadang adalah mukjizat guys.
Tapi yah, kalau kalian perhatikan, cara menulisku itu menjadi sangat kaku, lihat lah, bagian ini merupakan bagian latar belakang. Entah sejak kapan, otakku jadi terlalu runut, kalau mau ngomong harus pake intro dulu.. secepat inikah aku jadi membosankan? 😔
Kupikir juga, menulis adalah proses kreatif, sebenernya sih hidup itu sendiri adalah proses kreatif. Tapi biar masuk dengan konteks yang kali ini kita bicarakan, mari kita sepakati bahwa menulis adalah proses kreatif yang punya daya magisnya sendiri. Jadi untuk memperlambat proses penuaan dini dan proses menjadi orang tua yang membosankan, ada baiknya bila aku mulai menulis lagi.

3. Dikarenakan keadaanku yang terkini (jauh dari rumah dan tertekan sebagai mahasisiwi), aku jarang banget menulis tentang apa yang aku sendiri alami atau tentang pemikiranku yang bagi aku sih biasa aja ((tapi dunia perlu banget tahu)).
Aku tentu saja seringnya baca paper, walau kadang disambi membaca tanda-tanda kebesaranNya. 😉 Haha, ya intinya semoga apa yang akan kubagikan di sini, ada manfaatnya. Tidak besar harapanku, apalagi untuk sampai bisa menyembuhkan luka lama, cukup tulisanku bisa membuat kamu merasa terhibur atau merasa lebih baik.

4. Terakhir, aku ingin menulis lagi karena aku tahu menulis adalah hal tersulit. Kenapa sulit? Karena ga mudah. Wkwk.
Jujur saja, waktuku banyak kuhabiskan untuk hal yang tidak membekas dalam ingatanku. Kalau kamu bertanya, “kamu hari senin lalu ngapain ang?”, aku sudah pasti lupa. Itu adalah pertanda bahwa aku menghabiskan waktuku dengan kegiatan yang tidak bermakna. Mungkin kalau aku menulis, aku bisa merefleksikan apa saja yang telah kulalui di keseharianku dan perlahan akan mengubah persepsiku tentang kehidupan ini (kok gw mulai tidak realistis ya).

Baik, mari kita bicarakan bagaimana aku akan merealisasikan janji ini. Biar aku ga kaya anggota DPR, aku akan mengungkapkan mekanisme pencapaian tujuan “disiplin menulis” di blog ini. (anjir ini agaknya kita sudah masuk bab III, guys). Aku sudah memikirkan apa saja yang akan kutuliskan. Secara garis besar, ada tiga label yang akan ku pautkan pada tiap postingnya; “sekedar pemikiran”, “rangkuman kehidupan”, dan “berbagi rekomendasi”. Itu genre-genre tulisan yang akan aku ramu, tapi masih belum yakin bagaimana strukturnya dan apakah semuanya akan tersistemisasi. Nuraniku mengatakan bahwa tulisannya akan tersusun seperti sebuah curhat yang tak tersalurkan. Ah! Bukankah di situlah letak keindahannya?

Aku akan meluangkan waktuku selepas pukul 8 malam, akan kuusahakan sebisa mungkin tidak mengganggu waktu tidurku. Sebagai penutup akan kusampaikan padamu bahwa dengan aku menulis blog ini pun adalah seruan juga untuk kamu agar kamu mulai menulis juga, dengan begitu aku akan bisa lebih mengenali isi kepala dan bisa lebih memahami isi hatimu.

Sekian pemberitahuannya.

Terima kasih karena telah menjadi pembaca yang budiman.
Kudo’akan selalu kebahagiaanmu.

Salam anget,
Aang 💖

Comments

  1. Menulislah, Ang! Sebelum menulis dilarang dan berbayar

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Apakah menulis essay dengan bantuan bot itu etis?

Beberapa hari lalu sempet liat postingan di twitter mengenai bot yang bisa menulis essay , konon… bisa mempermudah pekerjaan mahasiswa. HAHAHA. Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan akademisi, cuma menggeleng kepala. Hey nanti kalau pekerjaan kamu di masa depan diambil alih bot, jangan salahin bot-nya ya! Kan emang bot nya toh yang selama ini belajar. Sungguh terlalu, Martinez! Martinez siapa ang? Gatau…. Pengen aja mencela, tapi ga mungkin mencela menggunakan nama Bambang, karena itu nama dosenku ☹ Berdasarkan taksonomi Bloom, mensintesis atau create itu letaknya pada hirarki paling tinggi. Jelaslah kalau menciptakan tulisan yang berisi ide, gagasan dan mensistemasinya dalam kesatuan paragraf bukan sembarang yang mampu melakukannya. Diperlukan kemampuan berpikir level yang tinggi atau high order thinking skill . 😙 Meskipun entah kenapa menurutku, essaybot ini keliatan banget bot nya. Tulisannya ga punya sentuhan manusia, kaya ga punya hati.. WOW itu tulisan apa mantan deh

Bumiayu

Welcome to the beautiful earth! Bumiayu. Back then I used to speak flawless javanese. But now, you can’t even tell that i ever had medok accent (aku ora ngapusi iki). Bumiayu was the first place I learned about manner and etiquette. Javanese have different level of politeness in their language. They have kromo javanese and ngoko javanese. Kromo javanese used to talk with the elderly and someone that you should respect, whereas ngoko javanese is used when you’re talk to your friend or your junior. The same thing happened with Japanese and Korean. They do had formal and informal language.