Skip to main content

Tentang Duka

Hampir satu tahun aku tinggal di rumah Ibu Sum di jalan Taman Hewan. Letaknya cukup membingungkan bagi seseorang yang belum pernah berkunjung. Dari loket kebun binatang bawah, tempat tinggalku masih harus disusuri dengan berjalan kaki sekitar lima menit. Rumahnya asri dan menenangkan. Cat nya hijau dan bangunannya agak tua. Rumah semua orang tua selalu memiliki aura serupa, memiliki energi yang membuatmu ingin bermalas-malasan. Begitu pun yang ini.

Pukul dua dini hari tadi, Ibu Sum, suaminya, dan sepasang suami istri (si suami adalah anak Ibu Sum) baru pulang dari menjenguk cucunya. Pagi kemarin aku sudah diberi informasi mengenai hal ini. Aku mendengarkan curhatannya seperti biasa. Dia pasti akan bercerita mengenai kehidupan anak-anaknya yang sekiranya membanggakan, dan sebagai perbandingan akan juga diceritakan kisah hidup anaknya yang agak menyedihkan.

Kali ini agaknya cerita itu mengandung tragedi. Sudah sebulan yang lalu anak perempuannya meninggal. Dia mengenang hal tersebut dengan mata berkaca. Aku hendak ke kamar mandi dan melewati depan ruang makan mereka. Dia berkata dengan sangat hati-hati karena suatu kesedihan yang teramat sangat melandanya. Dari bibirnya yang sedikit bergetar, aku merasakan tangisnya mungkin bisa pecah kapan saja. Tapi ini masih pagi, dan aku harus segera pergi. Aku tidak mungkin memberinya waktu untuk menceritakan kesengsaraannya. Jadi kudengarkan sebagian saja. Aku ingat Ibu Sum bilang, anaknya masih muda, dan meninggal mendadak. Bagaimana menurutmu? Bagaimana menurutmu rasanya jika kau bisa hidup sangat lama, saking lamanya anakmu meninggal mendahuluimu? Aku belum punya anak, dan sampai menulis hal ini, aku masih tidak bisa mengerti jenis sakit hati dan kepedihannya.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga ...

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Entry 5 - Gratitude Journal: Wished

What is something that you have now that seemed like a wish back then? The first thing that comes to my mind is the freedom to do anything.  Hal yang tampak seperti mimpi dulunya adalah melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Beberapa di antaranya merupakan adegan berbahaya yang hanya bisa dilakukan oleh ahli. Hal seperti bepergian sendiri kemanapun, membeli barang-barang lucu yang diinginkan, bahkan berpikir hanya untuk diri sendiri. Aku tidak tahu kenapa kota tempatku tinggal,  Karawang disebut Kota Pangkal Perjuangan, tapi aku cukup tahu semua orang di sini memang bergelar pejuang. Menjadi dewasa artinya bergerak menjadi seorang yang berjuang. Dulu semuanya diperjuangkan oleh orang lain tanpa kita maknai. Sekarang aku tahu betapa lelahnya itu, tapi tidak ada seorang pun bertanya, karena semua orang ingin beristirahat juga. Aku suka menjadi dewasa karena hal-hal yang tidak terlihat ketika aku kecil, sekarang semuanya nyata. Sayangnya, kita semua mend...

Entry 4 - Gratitude Journal: Happy Memories

Write about the memories that made you happy! Aku tumbuh dan dibesarkan dengan baik oleh ayah ibuku. Banyak kenangan indah yang bisa aku jadikan sebagai mantra Patronus-ku. Sangat sulit memilih mana yang bisa aku jadikan mantra utama penangkal duka lara. Kalau aku meninggal, core memoriesku mungkin bisa menentukan mana best of the best memories, kalau sekarang masih bingung milihnya. Aku suka hari-hari kenaikan kelas, pembagian raport, dan wisuda. Karena ada kebahagiaan terlimpah ruah setelah bisa melewati kesulitan berlevel, ada kesenangan terpancar saat kita bisa mengukir senyum bangga orang tua. Momen itu yang menjadi batu pondasi kalau kelak aku lupa apa itu rasanya bagaia. Momen bahagia baru terasa setelah serentetan lelah dan luka kita lalui, kita naik level, kita jadi lebih baik. Dan kenangan itu membuatku bahagia. Aku juga suka hari-hari normal yang berlalu dengan penuh kedamaian. Ada kewarasan yang tersimpan dalam sebuah rutinitas. Ada rasa aman ketika tahu kita bisa beristir...