Skip to main content

Membandingkan

Ngga seorang pun yang hidupnya sama persis dengan postingannya di sosmed. Hal ini tentunya hal yang baik. Sosial media dan apapun yang berbau digital layaknya sebuah perangkap data yang semua alirannya telah diedit. Kita memilih tiap bits dan bytes yang kita share. Artinya kita hanya menunjukkan sisi yang kita ingin dunia ketahui tentang kita. Yang sudah diedit itu memang jujur dan nyata, tapi itu hanya potongan kecil dari kehidupan kita.
Ketika melihat sebuah postingan, wajar kita akan berasumsi bahwa seseorang lebih pandai karena pemikirannya, lebih sukses karena pencapaiannya, lebih menarik karena pengetahuannya, lebih bahagia karena perjalanan liburannya, dan lebih segala-galanya dari diri kita. Lantas kita menduga mereka ini berbeda, hidup mereka keren dan hal-hal ajaib terjadi tiap saat.



Sebenarnya tidak mungkin seseorang kehidupannya selalu semenarik dan selucu yang ia tampilkan di media sosialnya. Kenyatannya tidak selalu seperti itu. Mungkin justru 99% dari harinya diisi juga oleh hal-hal yang tidak menarik dan biasa saja. Jadi, masalahnya terletak pada bits dan bytes yang menarik dan ajaib yang mereka share.
Ketahuilah, hari-hari manusia biasa kadang termasuk di dalamnya : beresin kasur, nyapu rumah, ketemu kecoak, cuci piring, jari mengekerut karena kelamaan di air, nyiram tanaman, kerja terus ketemu orang ngeselin, ngelamun sambil mandang ke luar jendela, nunggu inspirasi datang, duduk di sofa baca buku, refresh sosmed, dan hal-hal keduniaan lainnya yang tidak begitu bernilai bila disebutkan.
Faktanya, kita terlahir di generasi yang melatih kita untuk menjadi seorang hakim tanpa pertimbangan. Dan mencengangkannya lagi, ada masa dimana kita ingin dihakimi orang lain. Sebagai orang banyak duit, keren, lucu, cerdas. Bahkan karena itu, tidak jarang kita dibuat stres untuk mengupdate atau memposting sesuatu.
Sebenarnya tujuan saya posting ini hanya ingin mengilustrasikan kalau ngga ada yang hidupnya sempurna. Manusia emang mirip sama gunung es, yang nampak di permukaan hanya sebagian kecil dan yang tidak nampak adalah hal yang menarik darinya. Kehidupan seseorang kadang juga diisi dengan kesalahan, bencana, kekacauan, tapi juga ada keindahan yang tiada kata yang bisa mewakilkan. Hal yang buruk, membosankan, dan ngga bernilai disebutkan juga bagian dari diri kita, yang pada akhirnya menjadi bits dan bytes yang sebenarnya layak kita jadikan pengalaman untuk selanjutnya dibagikan.
Intinya sih, hiduplah dengan baik tanpa membandingkan kehidupan kita dengan orang lain, memang sulit tapi ini penting. Pertandingan mental membandingkan begitu bukan antara apel dengan apel. Karena kamu ngga pernah lihat cerita keseluruhannya. Dan kalau kamu tetapi bersikeras membandingkannya, kamu tuh layaknya membandingkan apel dengan gajah.
Kadang saya pikir, orang yang paling diberkahi itu orang yang saking menikmati hidupnya dia sampe lupa kalau dia punya sosmed yang harus diupdate. Dia ngga perlu membuktikan apapun ke siapapun. Dia ngga peduli karena dia tahu sebenarnya orang lain juga ngga benar-benar peduli. Dia melupakan hal-hal maya dan menjadi real



Tidak banyak yang bisa melakukannya seiring dengan perkembangan psikologis dimana orang ingin dijugde dengan persona yang ia ciptakan. Tak ada yang salah dengan hal itu, itu juga bagian dari menjadi diri kita sendiri dan melakukan sesuatu yang membuat kita bahagia.




Baiklah. Akhir kata, semoga aku dan kamu semakin bijaksana untuk membagikan bits dan bytes tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Mampang Mempeng

“Jangan mampang-mempeung” ini slogan ibu saya. Intinya jangan mentang-mentang lagi dalam kondisi yang lebih baik jadi seenaknya. Dulu pas SD saya sering mendengar ucapan ini, karena saya sering lupa diri kalau ibu saya masak makanan kesukaan saya. Saya bolak-balik nambahin isi piring. Lalu ibu saya melempar slogannya. “Jangan mampang-mempeng.” Pernah juga saya nonton film india sampe malem, terus ibu saya kebangun buat pipis, dia mengagetkan saya karena dia itu langkahnya ga bunyi. Di antara kegelapan (lampu udah dimatiin), dia nongol dan mengucap slogan kesukaannya. “Jangan mampang-mempeng.” Juga suatu ketika saya jalan-jalan sama si doi, ibu saya berpesan agar slogannya jangan dilupakan, agar saya hendaknya bersikap seperti manusia yang dido’akan ibu saya. “Jangan mampang-mempeng.” Begitulah slogan ini terus bergema di rumah. Hal serius terjadi ketika akhirnya saya perlahan mandiri, pembicaraan itu bermula dari saya bertanya gimana cara ngatur duit, kok kerasanya b