Skip to main content

Keputusan

Saya tiba di umur dimana membuat keputusan bukanlah hal yang mudah. Sekalipun saya berpikir kehidupan saya itu bebas dan sepenuhnya milik saya. Pemikiran tentang kebebasan membawa saya pada pemahaman bahwa kebebasan bukan berarti ketiadaan tanggung jawab, tapi justru sebuah keberanian untuk mengambil keputusan dan bersedia menghadapi resiko yang ditimbulkan.

Tidak ada orang yang berusia 20 tahunan dan merasa sangat bahagia. Meskipun kata orang bahagia itu hanya state of mind, dan sebuah mindset. Tapi kita semua cenderung penuh kecemasan. Masa-masa ini adalah waktu ketika kita menyadari bahwa masa depan penuh dengan ketidakpastian dan itu menakutkan. Saya belajar bahwa manusia cenderung berubah menjadi penyendiri dan tidak mudah menerima orang baru, kita jadi sulit untuk menolong orang lain, terlalu sibuk dengan diri kita sendiri, karena kita khawatir tidak ada yang benar-benar tulus di dunia ini.

Saya pikir, setiap hari setelah kita bangun yang kita lakukan adalah mengambil keputusan. Mulai dari memutuskan akan lanjut tidur-tiduran di bawah selimut atau mandi, memutuskan akan sarapan apa, memutuskan memakai baju yang mana hari ini, sepatu yang mana, sampai memutuskan hari ini akan melakukan apa. Itu hanya keputusan-keputusan yang kita anggap sepele, yang sebenarnya perlahan akan mendefinisikan siapa diri kita.

Saat ini saya ada di tahap untuk mengambil keputusan yang sulit, saking sulitnya keputusan itu bisa saja mengubah kehidupan saya seluruhnya. Pertama yang harus saya lakukan adalah membicarakannya dengan orangtua saya. Mereka sebelumnya adalah tim penanggung jawab saya yang solid. Sekarang setelah saya melepaskan diri untuk mencoba bertanggungjawab pada diri sendiri, posisi mereka naik ke level penasehat. Tidak ada satupun keputusan saya yang luput dari petuah dan kebijaksanaan mereka. Belakangan ini mereka sedang senang-senangnya menyudahi petuahnya dengan “Semua keputusan diserahkan ke kamu lagi. Kan kamu yang akan menjalani, kamu yang seharusnya lebih tahu apa yang kamu mau. Kami hanya bisa mendo’akan dan mendukung semampu kami.” Posisi saya di dunia ini sudah mencapai pada eksistensi yang puncak, karena saya bertanggung jawab untuk memutuskan akan kehancuran atau kebahagiaan saya sendiri.

Saya tidak pernah menyadari sebelumnya bahwa menjadi orang dewasa itu tidak senyaman ketika kita berada di rahim ibu. Saat itu kita bahkan tidak bisa memutuskan akan melakukan apa, makan apa, berpikir tentang apa hari ini.

Jujur saja saya kadang berpikir bahwa bangku sekolah tidak pernah mengajarkan kita untuk membuat keputusan, atau memberi tahu kita bagaimana cara mengambil keputusan terbaik dari berbagai probabilitas, yang sekolah ajarkan hanya cara berpikir.

Hal kedua yang saya harus lakukan setelah bertanya pada orangtua adalah bertanya pada diri saya sendiri. Nah permasalahan muncul ketika kita tidak tahu apa yang kita mau, kita tidak bisa memutuskan, dan kita tidak mampu untuk berpikir mana yang lebih baik. Beberapa menyarankan untuk membuat tabel pro-kontra, lalu bagaimana selanjutnya bila hasil antara pro dan kontra imbang?

(akan dilanjutkan nanti, kata temen sih saya harus bertanya sama yang Punya Segala Jawaban, Allah SWT.. but let's see) 

Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga ...

Kentut

Saya pernah nonton variety show-nya Negri Gingseng, Hello Counselor . Acaranya membahas problematika, kesulitan, dan penderitaan seseorang. Kind of curhat, but the problem usually soooo silly and weird, you can’t even imagine. Disitu ada host sama penonton. Host berfungsi juga sebagai panelis tanya jawab tentang permasalahan tersebut. Tanya jawabnya dua arah, dari sisi yang punya masalah dan yang jadi biang masalah. Hingga pada satu titik mereka coba memberi solusi. Terus penonton ngejudge itu masalah bukan untuk kemudian voting. Nah yang paling banyak dapet vote , nanti dapet hadiah. Ada satu episode yang menarik yang melibatkan hal paling manusiawi : kentut.

Entry 5 - Gratitude Journal: Wished

What is something that you have now that seemed like a wish back then? The first thing that comes to my mind is the freedom to do anything.  Hal yang tampak seperti mimpi dulunya adalah melakukan hal-hal yang hanya bisa dilakukan oleh orang dewasa. Beberapa di antaranya merupakan adegan berbahaya yang hanya bisa dilakukan oleh ahli. Hal seperti bepergian sendiri kemanapun, membeli barang-barang lucu yang diinginkan, bahkan berpikir hanya untuk diri sendiri. Aku tidak tahu kenapa kota tempatku tinggal,  Karawang disebut Kota Pangkal Perjuangan, tapi aku cukup tahu semua orang di sini memang bergelar pejuang. Menjadi dewasa artinya bergerak menjadi seorang yang berjuang. Dulu semuanya diperjuangkan oleh orang lain tanpa kita maknai. Sekarang aku tahu betapa lelahnya itu, tapi tidak ada seorang pun bertanya, karena semua orang ingin beristirahat juga. Aku suka menjadi dewasa karena hal-hal yang tidak terlihat ketika aku kecil, sekarang semuanya nyata. Sayangnya, kita semua mend...

Entry 4 - Gratitude Journal: Happy Memories

Write about the memories that made you happy! Aku tumbuh dan dibesarkan dengan baik oleh ayah ibuku. Banyak kenangan indah yang bisa aku jadikan sebagai mantra Patronus-ku. Sangat sulit memilih mana yang bisa aku jadikan mantra utama penangkal duka lara. Kalau aku meninggal, core memoriesku mungkin bisa menentukan mana best of the best memories, kalau sekarang masih bingung milihnya. Aku suka hari-hari kenaikan kelas, pembagian raport, dan wisuda. Karena ada kebahagiaan terlimpah ruah setelah bisa melewati kesulitan berlevel, ada kesenangan terpancar saat kita bisa mengukir senyum bangga orang tua. Momen itu yang menjadi batu pondasi kalau kelak aku lupa apa itu rasanya bagaia. Momen bahagia baru terasa setelah serentetan lelah dan luka kita lalui, kita naik level, kita jadi lebih baik. Dan kenangan itu membuatku bahagia. Aku juga suka hari-hari normal yang berlalu dengan penuh kedamaian. Ada kewarasan yang tersimpan dalam sebuah rutinitas. Ada rasa aman ketika tahu kita bisa beristir...