Skip to main content

Berhenti. Berpikir. Ulangi.


 Karena kewaspadaan adalah way of life.
Waspadalah terhadap pesona. Ada sebuah senyuman yang datang untuk membunuh dan pengeksekusi tahu bagaimana menjadi ramah.
Waspadalah terhadap hal-hal yang terlalu mudah, kasur yang empuk, dan orang asing yang memperlihatkan kebaikan berlebihan.

Waspadalah terhadap lapangan yang hijau. Ular yang bersembunyi di sana tidak akan memperlihatkan dirinya begitu saja.
Waspadalah terhadap janji yang disumpahkan tergesa-gesa, memintamu untuk bergantung pada janji itu.
Waspadalah terhadap rasa gagal yang terasa terlalu cepat, tanpa menyadari kemana jatuhmu akan mendaratkanmu ; apakah ke tempat yang empuk atau keras.
Waspadalah terhadap seseorang yang perkataannya lebih manis dari madu, yang akan mencintaimu dan meninggalkanmu dalam kesedihan, seseorang yang mengatakan bahwa merekalah yang terbaik untukmu.
Waspadalah terhadap kata “ya” ketika kamu tidak paham benar apa konsekuensinya : apa yang akan menghancurkan jiwamu dan kamu berujung tak memiliki apapun.
Waspadalah terhadap rasa senang, kupu-kupu di perut, kembang api, dan bintang yang berkelap-kelip melalui matanya. Rasa deg-degan itu perlahan menghilang dan lampu akan padam. Dan ketika kegelapan menimpamu, waspada dengan kunang-kunang; kenyamanan sesaat yang akan hilang keesokan pagi, harapanmu salah karena kamu menganggap orang yang menginap di hotel sebagai orang yang akan menetap selamanya.
Waspadalah terhadap kesibukan akan kasih sayang yang sebenarnya telah berlalu dari ingatan, dengan mudahnya kamu akan keliru menganggapnya keberlimpahan cinta. Semangatmu bukanlah komitmen, bubble itu bukanlah minumannya.
Waspadalah terhadap serigala yang telah belajar memakan rumput dan mengembik seperti domba. Omnivora hanyalah karnivora yang eklektik.
Waspadalah terhadap ketergesaan, terburu-buru, urgensi artifisial yang berakhir dengan patah hati. Atau lebih buruk lagi,  patah leher.
Waspadalah terhadap perjuangan yang disebabkan oleh apa yang bukan milikmu. Tidak akan ada medali anumerta. Tidak ada yang akan meratapi kematianmu. Kamu tidak akan dirindukan.
Jika itu meninggalkanmu dalam kekosongan, itu bukan cinta.
Jika itu membuatmu berdarah, itu bukan cinta.
Jika itu merusakmu dan kamu tidak akan pernah bisa diperbaiki, itu adalah setan.


Comments

Popular posts from this blog

Cara Perempuan Jepang Membuang Bekas Pembalut

Selama hidup di Jepang, hal yang paling berkesan untukku adalah tiada hari berlalu tanpa pembelajaran. Bahkan ketika aku di rumah aja ngga ngapa-ngapain, aku tetap dapet pembelajaran baru. Jadi suatu pagi… aku lagi di apartemen aja kan biasa pengangguran laten [ gaya abiesz, bilang aja kosan Pak Ruslan versi fancy wkwk ], dan temen sekosanku yang orang jepang, dia nyimpen bungkus pembalut di kamar mandi. Hmm oiya kita tuh kamar mandinya shared, cuma beda kamar bobo aja. Jadi dia narohnya di salah satu papan yang ada di atas WC duduk gitu, biasanya di papan tersebut kita simpen tissue cadangan atau pengharum ruangan di situ. Oke dia lagi menstruasi. Tapi ini untuk pertama kalinya aku nemuin sampah yang digeletakin gitu aja. Nah, buat kalian yang ngga tau pembungkus pembalut yang mana, ini aku sertakan gambar… karena kebetulan aku lagi rajin dan lagi mens juga. Jadi ini pembalut… Dan ini bungkusnyaaa… yang mana tergeletak di WC tadi. Aku langsung bingung, ih tumben banget kok ngga

Ada Apa dengan Mas-Mas Jawa?

Kalau kamu adalah seorang perempuan, apa yang terlintas di benak ketika mendengar kata ‘Mas-Mas Jawa’? Apakah seksi, idaman, gagah, karismatik terlintas meski hanya sekilas? Tak dipungkiri lagi mas-mas jawa adalah komoditas utama dalam pencarian jodoh. Cewe-cewe entah kenapa ada aja yang bilang, “pengen deh dapet orang jawa.” Alasannya macem-macem mulai dari yang sekedar impian masa kecil, pengen aja, sampe dapet wangsit dari mbah Jambrong. Saya ngga ngelak, pria jawa memang identi dengan kualitas terbaik. Mungkin Abang, Aa, Uda, Bli, Daeng, atau Bung juga suka merasa daya saing di pasar rendah, apakah dikarenakan passing grade Si Mas-Mas tinggi? Atau karena ada quality control sebelum masuk pasar? Hmm. Mari disimak beberapa hal yang membuat mas jawa menjadi undeniable (ngga bisa ditolak) 1. Killer smile Mungkin tatapannya orang Jerman atau seringainya kumpeni itu bisa membunuh. Tapi untuk seorang mas-mas jawa, yang membunuh itu senyum. Bikin klepek-klepek. Takar

Apakah menulis essay dengan bantuan bot itu etis?

Beberapa hari lalu sempet liat postingan di twitter mengenai bot yang bisa menulis essay , konon… bisa mempermudah pekerjaan mahasiswa. HAHAHA. Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan akademisi, cuma menggeleng kepala. Hey nanti kalau pekerjaan kamu di masa depan diambil alih bot, jangan salahin bot-nya ya! Kan emang bot nya toh yang selama ini belajar. Sungguh terlalu, Martinez! Martinez siapa ang? Gatau…. Pengen aja mencela, tapi ga mungkin mencela menggunakan nama Bambang, karena itu nama dosenku ☹ Berdasarkan taksonomi Bloom, mensintesis atau create itu letaknya pada hirarki paling tinggi. Jelaslah kalau menciptakan tulisan yang berisi ide, gagasan dan mensistemasinya dalam kesatuan paragraf bukan sembarang yang mampu melakukannya. Diperlukan kemampuan berpikir level yang tinggi atau high order thinking skill . 😙 Meskipun entah kenapa menurutku, essaybot ini keliatan banget bot nya. Tulisannya ga punya sentuhan manusia, kaya ga punya hati.. WOW itu tulisan apa mantan deh

Bumiayu

Welcome to the beautiful earth! Bumiayu. Back then I used to speak flawless javanese. But now, you can’t even tell that i ever had medok accent (aku ora ngapusi iki). Bumiayu was the first place I learned about manner and etiquette. Javanese have different level of politeness in their language. They have kromo javanese and ngoko javanese. Kromo javanese used to talk with the elderly and someone that you should respect, whereas ngoko javanese is used when you’re talk to your friend or your junior. The same thing happened with Japanese and Korean. They do had formal and informal language.